selamat datang diblog saya
Tampilkan postingan dengan label Kisah Teladhan Wanita Sholehah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kisah Teladhan Wanita Sholehah. Tampilkan semua postingan

Selasa, 16 Mei 2017

kisah ramlah binti abu sufyan




RAMLAH BINTI ABU SUFYAN : Isri Terakhir Rosulullah 



                                                Hasil gambar untuk Ramlah binti Abu Sufyan


           Nama lengkapnya adalah Barrah binti Al-Harits bin Hazm bin Bujair bin Hazm bin Rabiah bin Abdullah bin Hilal bin Amir bin Sha’shaah. Ibunya bernama Hindun binti Aus bin Zubai bin Harits bin Hamatsah bin Jarsy.

Dalam keluarganya, Maimunah termasuk dalam tiga bersaudara yang memeluk Islam. Ibnu Abbas meriwayatkan dari Rasulullah SAW, “Al-Mu’minah adalah tiga bersaudara, yaitu Maimunah, Ummu Fadhal, dan Asma’.” 

Maimunah dilahirkan enam tahun sebelum masa kenabian, sehingga dia mengetahui saat-saat orang-orang hijrah ke Madinah. Dia banyak terpengaruh oleh peristiwa hijrah tersebut, dan juga banyak dipengaruhi kakak perempuannya, Ummu Fadhal, yang telah lebih dahulu memeluk Islam. Namun dia menyembunyikan keislamannya karena merasa bahwa lingkungannya tidak mendukung.

Tentang suaminya, banyak riwayat yang memperselisihkan, namun ada juga kesepakatan mereka tentang asal-usul suaminya yang berasal dan keluarga Abdul Uzza (Abu Lahab). Sebagian besar riwayat mengatakan nama suaminya adalah Abu Rahm bin Abdul-Uzza, seorang musyrik yang mati dalam keadaan syirik. Suaminya meninggalkan Maimunah sebagai janda pada usia 26 tahun.

Setelah suaminya meninggal, dengan leluasa Maimunah dapat menyatakan keimanan dan kecintaannya kepada Rasulullah. Sehingga dengan suka rela dia menyerahkan dirinya kepada Rasulullah untuk dinikahi. Dia adalah perempuan terakhir yang dinikahi Nabi SAW. Dan itu dilakukan pada tahun ketujuh Hijriyah dengan mahar 500 dirham. 

Tentang penyerahan Maimunah kepada Nabi SAW ini telah dinyatakan dalam Al-Qur’an. Allah SWT berfirman: "Hai Nabi, sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu istri- istrimu yang telah kamu berikan mas kawinnya dan hamba sahaya yang kamu miliki yang termasuk apa yang kamu peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu, dan (demikian pula) anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu yang turut hijrah bersama kamu dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi kalau Nabi mau mengawininya, sebagai pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang mukmin. Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa yang Kami wajibkan kepada mereka tentang istri-istri mereka dan hamba sahaya yang mereka miliki supaya tidak menjadi kesempitan bagimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS Al-Ahzab: 50)

Maimunah tinggal bersama saudara perempuannya, Ummul Fadhal, istri Abbas bin Abdul Muththalib. Suatu ketika, kepada kakaknya, Maimunah menyatakan niat penyerahan dirinya kepada Rasulullah. Ummul Fadhal menyampaikan berita itu kepada suaminya sehingga Abbas pun mengabarkannya kepada Rasulullah.

Rasulullah mengutus seseorang kepada Abbas untuk meminang Maimunah. Betapa gembiranya perasaan Maimunah setelah mengetahui kesediaan Rasulullah menikahi dirinya. 

Pada tahun berikutnya, setelah perjanjian Hudaibiyah, Rasulullah bersama kaum Muslimin memasuki Makkah untuk melaksanakan ibadah umrah. Sesuai dengan isi perjanjian Hudaibiyah, Nabi diizinkan untuk menetap di sana selama tiga hari. 

Namun orang-orang Quraisy menolak permintaan Nabi dan kaum Muslimin untuk berdiam di sana lebih dari tiga hari. Kesempatan itu digunakan Rasulullah SAW untuk melangsungkan pernikahan dengan Maimunah. Setelah pernikahan itu, beliau dan kaum Muslimin meninggalkan Makkah.

Maimunah mulai memasuki kehidupan rumah tangga Rasulullah dan beliau menempatkannya di kamar tersendiri. Maimunah memperlakukan istri-istri beliau yang lain dengan baik dan penuh hormat dengan tujuan mendapatkan kerelaan hati beliau semata.

Tentang Maimunah, Aisyah pernah berkata. “Demi Allah, Maimunah adalah wanita yang baik kepada kami dan selalu menjaga silaturrahmi di antara kami.” 

Dia dikenal dengan kezuhudannya, ketakwaannya, dan sikapnya yang selalu ingin mendekatkan diri kepada Allah. Ia juga diriwayatkan memiliki ilmu pengetahuan yang luas.

Pada masa pemerintahan Khalifah Muawiyah bin Abu Sufyan, bertepatan dengan perjalanan kembali dari haji—di suatu tempat dekat Saraf—Maimunah merasa ajalnya sudah tiba. Ketika itu dia berusia 80 tahun, bertepatan dengan tahun ke-61 Hijriyah. Dia dimakamkan di tempat itu juga sebagaimana wasiat yang dia sampaikan. 

Maimunah meriwayatkan sekitar 76 hadits dari Nabi SAW. Beberapa hadits yang diriwayatkannya telah ditakhrij dalam kitab hadits Bukhari-Muslim sekitar 13 hadits; 7 hadits sama-sama disepakati oleh kedua imam (muttafaq ‘alaih), satu hadits lainnya ditulis oleh Bukhari, dan 5 hadits lainnya ditulis oleh Muslim. 

Kisah Mariyah Al Qibthiyah

Dia memang seorang sahaya. Namun siapakah yang dapat menahan bila Rabbnya hendak memuliakannya? Ketika cahaya iman menyusup dalam hatinya, ketika pesona dirinya menawan hati manusia yang paling mulia, dia pun memulai perjalanan yang penuh kemuliaan….
Kembali dari Hudaibiyah, usai mengikat perjanjian dengan kaum Quraisy, pada bulan Dzulqa’dah tahun keenam setelah hijrah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus para sahabat ke berbagai negeri untuk menyerukan Islam. Hathib bin Abi Balta’ah radhiallahu ‘anhu termasuk salah seorang duta Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia diutus ke hadapan al-Muqauqis, penguasa Iskandariyah, Mesir, dengan membawa sepucuk surat dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berisi ajakan untuk masuk Islam.
Al-Muqauqis pun menerima dengan baik surat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia membacanya dan membalasnya dengan mengirim hadiah bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam empat orang sahaya perempuan, seorang sahaya laki-laki yang telah dikebiri bernama Ma’bur, seekor bighal1 bernama Duldul, seekor keledai bernama ‘Ufair, dan hadiah lainnya. Di antara para sahaya perempuan, ada seorang gadis molek berkulit putih bernama Mariyah bintu Syam’un al-Qibthiyyah, beserta saudarinya, Sirin. Ibu Mariyah adalah seorang wanita Romawi.
Hathib bin Abi Balta’ah radhiallahu ‘anhu kembali dengan membawa seluruh hadiah dari al-Muqauqis. Kepada para sahaya yang dibawanya, Hathib radhiallahu ‘anhu menawarkan agar masuk Islam. Gayung pun bersambut. Allah subhanahu wa ta’ala melapangkan jiwa raga Mariyah al-Qibthiyyah dan saudarinya, Sirin, untuk menerima Islam. Sedangkan Ma’bur baru berislam setelah di Madinah.
Mariyah al-Qibthiyyah radhiallahu ‘anha, seorang wanita dengan kecantikan yang begitu memikat. Saat melihatnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun tertarik hingga memilihnya, sedangkan Sirin, beliau menghadiahkannya pada Hassan bin Tsabit al-Anshari radhiallahu ‘anhu yang kelak darinya lahir ‘Abdurrahman bin Hassan bin Tsabit.
Hari bergulir, waktu pun berselang. Tergurat kisah pada diri Mariyah. Bulan Dzulhijjah tahun kedelapan setelah hijrah. Mariyah al-Qibthiyyah radhiallahu ‘anha melahirkan putra Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Salma, maula (bekas budak) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, istri Abu Rafi’, yang menolong dan mendampingi Mariyah saat itu. Setelah bayi mungil itu lahir, Salma segera mengabarkan kepada suaminya. Bersegera pula Abu Rafi’ beranjak menyampaikan kabar gembira ini kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kebahagiaan dan suka cita mewarnai hati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga beliau menghadiahkan seorang budak kepada Abu Rafi’.
Tujuh hari setelah itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyelenggarakan akikah bagi putranya. Saat itu pula beliau mencukur rambut bayi laki-laki itu dan memberinya nama dengan nama bapak para nabi, Ibrahim. Bergelarlah kini Mariyah bintu Syam’un al-Qibthiyyah dengan Ummu Ibrahim. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersedekah dengan perak seberat rambut Ibrahim untuk orang-orang miskin, dan memerintahkan orang-orang untuk menguburkan rambut itu. Bayi itu pun kemudian diserahkan kepada Ummu Saif, istri Abu Saif, untuk disusui.
Namun, tak ada yang bisa menolak ketetapan Allah subhanahu wa ta’ala. Ternyata tidak panjang usia Ibrahim. Dia meninggal di tengah masa penyusuannya pada Ummu Saif. Sembari memeluk tubuh Ibrahim, dengan berlinang air mata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Wahai Ibrahim, kalaulah bukan karena ini adalah perkara yang pasti terjadi dan janji yang benar, dan kalaulah bukan karena orang-orang yang akhir akan menyusul orang-orang yang mendahuluinya, sungguh kami akan merasa sedih dengan kesedihan yang lebih dari ini. Sungguh, kami sangat bersedih atasmu, wahai Ibrahim….”
Di tengah kepiluan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Air mata berlinang dan hati pun merasa sedih. Namun kami tidak akan mengucapkan sesuatu yang membuat murka Rabb kami.”
Ibrahim, putra Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Mariyah al-Qibthiyyah, telah tiada. Dia dikuburkan di pekuburan Baqi’. Tergores peristiwa ini pada tahun kesepuluh setelah hijrah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan tentang putranya, “Dia mendapat ibu susu di dalam surga yang akan menyempurnakan susuannya.”
Bertepatan dengan meninggalnya Ibrahim, terjadi gerhana matahari. Orang-orang pun menganggap peristiwa itu terjadi karena kematian Ibrahim. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun kemudian berkhutbah, “Sesungguhnya matahari dan rembulan adalah dua di antara ayat-ayat Allah subhanahu wa ta’ala. Keduanya tertutup bukan karena kematian ataupun hidupnya seseorang. Oleh karena itu, apabila kalian melihat peristiwa itu, bersegeralah untuk berzikir kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan menunaikan shalat.”
Mariyah al-Qibthiyyah radhiallahu ‘anha melalui hari-harinya bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga beliau wafat. Sepeninggal beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakr ash-Shiddiq radhiallahu ‘anhu memberikan infak kepada Mariyah sampai Abu Bakr meninggal, kemudian dilanjutkan oleh Amirul Mukminin ‘Umar ibnul Khaththab radhiallahu ‘anhu.
Lima tahun setelah wafatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tahun keenam belas setelah hijrah, pada masa pemerintahan ‘Umar ibnul Khaththab radhiallahu ‘anhu, Mariyah bintu Syam’un al-Qibthiyyah radhiallahu ‘anha kembali ke hadapan Rabbnya. Saat itu, Amirul Mukminin radhiallahu ‘anhu mengumpulkan manusia untuk menghadiri jenazahnya dan menshalati, kemudian menguburkan di pekuburan Baqi’.
Mariyah bintu Syam’un al-Qibthiyyah, semoga Allah subhanahu wa ta’ala meridhainya….

kisah Ruqoyyah putri Rosulullah

MENGENAL RUQAYYAH, PUTRI RASULULLAH


وَأَهْلُ بَيْتِي أُذَكِّرُكُمْ اللَّهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي أُذَكِّرُكُمْ اللَّهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي أُذَكِّرُكُمْ اللَّهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي
“Dan terhadap ahli baitku, aku ingatkan kalian kepada Allah tentang ahli baitku. Aku ingatkan kalian kepada Allah tentang ahli baitku. Aku ingatkan kalian kepada Allah tentang ahli baitku.” (HR. Ahmad, No.18464).
Sebuah pesan yang dalam sehingga beliau merasa perlu mengulanginya tiga kali agar benar-benar diperhatikan.
Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu pernah berkata kepada Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu: “Sungguh aku lebih senang menyambung tali kekerabatan kepada keluarga Rasulullah ﷺ daripada keluargaku sendiri.” (HR. Bukhari, No. 3712).
Jika kita hendak mengamalkan pesan Nabi. Atau meneladani Abu Bakar. Salah satu langkah yang bisa kita tempuh adalah dengan mengenal anggota keluarga beliau ﷺ. Di antara anggota keluarga beliau adalah Ruqayyah binti Muhammad ﷺ.
Mengenal Ruqayyah, Putri Rasulullah
Ruqayyah adalah putri dari penghulu manusia dan utusan Allah ﷻ yang paling utama, Muhammad bin Abdullah ﷺ. Sedangkan ibunya adalah wanita terbaik, Ummul Mukminin Khadijah binti Khuwailid radhiallahu ‘anha.
Putri Nabi ini lahir saat Rasulullah berusia 33 tahun.
Rasulullah menikahkan putrinya ini dengan Utbah bin Abu Lahab. Pernikahan yang dilangsungkan saat usianya belum genap 10 tahun. Demikianlah kultur saat itu. Penikahan berlangsung di usia muda. Nabi juga menikahkan putri beliau yang lain, Ummu Kultsum, dengan Utaibah bin Abu Lahab. Pada saat turun surat al-Masad atau al-Lahab yang mencela kekufuran Abu Lahab.
تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ
“Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa.” Hingga ayat terakhir…
Abu Lahab dan istrinya, Ummu Jamil binti Harb, berkata kepada kedua putranya, “Ceraikanlah putri-putri Muhammad!”
Keduanya pun menceraikan putri beliau sebelum mencapurinya. Ini adalah kemuliaan dari Allah. Kemudian ia menikah dengan Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu.
Memeluk Islam dan Hijrah ke Habasyah
Ruqayyah memeluk Islam ketika ibunya, Khadijah binti Khuwailid beriman kepada suaminya. Kemudian Rasulullah ﷺ membaiat Ruqayyah dan saudari-saudarinya bersama wanita-wanita lain yang baiat kepada Nabi. Saat itu ia baru berusia 7 tahun.
Kunyahnya adalah Ummu Abdillah. Dan juga disebut Dzu Hijratain, karena turut serta dalam dua kali hijrah. Ke Habasyah dan ke Madinah.
Saat Utsman hendak hijrah ke Habasyah, Rasulullah berkata padanya, “Bawa sertalah Ruqayyah bersamamu.”
Rombongan ini terdiri dari 12 orang laki-laki dan 4 orang wanita. Mereka dipimpin oleh Utsman bin Affan dan istrinya Ruqayyah. Rasulullah ﷺ bersabda kepada Abu Bakar menyifati keduanya:
يا أبا بكر، إنهما لأول من هاجر بعد لوط وإبراهيم عليهما الصلاة والسلام
“Wahai Abu Bakar, keduanya adalah orang pertama yang berhijrah di jalan Allah setelah Luth dan Ibrahim ‘alaihimassalaam.” (HR. al-Hakim dalam al-Mustadrak 6849).
Pernikahan dengan Utsman
Kesabaran senantiasa berbuah indah, di dunia atau di akhirat. Allah ﷻ gantikan musibah karamnya biduk rumah tangga Ruqayyah di masa silam dengan ganti yang jauh lebih mulia. Ia berjodoh dengan laki-laki mulia dan shaleh. Dialah yang termasuk 8 orang pertama yang memeluk Islam. Seorang yang dikabarkan menjadi ahli surga saat masih menghela nafas di dunia. Ruqayyah menikah dengan Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu.
Selain kedudukan mulia di sisi Allah dan Rasul-Nya, Utsman bin Affan juga memiliki keutamaan lainnya. Ia adalah salah seorang pemuda Quraisy yang terkaya, tampan, mulia, dan dermawan. Sekarang, keutamaan itu kian bertambah. Ia dianugerahi wanita shalihah, Ruqayyah putri Rasulullah ﷺ. Dari pernikahan ini, keduanya dianugerahi seorang putra. Yang mereka namai Abdullah. Ruqayyah pun dikenal dengan Ummu Abdullah (al-Hakim dalam al-Mustadrak 6850).
Wafat
Saat kaum muslimin bersiap berangkat, mencegat kafilah dagang Quraisy di Badar, Utsman bin Affan radhiallahu mohon izin kepada Rasulullah ﷺ untuk tak turut serta. Ia ingin mendampingi istrinya yang tengah sakit. Rasulullah ﷺ mengizinkannya.
Ketika Zaid bin Haritsah masuk ke Madinah menyampaikan kabar gembira tentang kemengan di Badar, saat itu pula kabar duka mengaduk suasana. Putri Rasulullah ﷺ wafat di sisi suaminya, Utsman bin Affan. (Ibnu Hibban dalam ats-Tsiqat, 2/144).
Ruqayyah wafat pada usia 22 tahun. Jenazahnya dimakamkan di pemakaman Baqi’ al-Gharqad, Madinah.
Semoga Allah merahmati Ruqayyah, putri Rasulullah. Ia adalah wanita pahlawan dua hijrah. Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada ayahnya dan seluruh keluarganya. Dan juga memberi rahmat kepada ibunya, Khadijah.

kisah Zainab putri Rosulullah

Zainab binti Muhammad: Kisah Cinta Beda Agama Putri Rasulullah SAW


Jika ditanya tentang kisah cinta paling inspiratif dalam Islam, semua orang pasti akan menjawab kisah cinta Yusuf dan Zulaikha, Muhammad SAW dan Khadijah, atau Fathimah dan Ali bin Abi Thalib. Kisah ketiga pasangan ini selalu disebut-sebut dalam banyak tulisan. 

Zulaikha yang sangat mencintai Yusuf selama bertahun-tahun, Muhammad SAW yang tetap bersedia menikahi Khadijah meski jauh lebih tua darinya, dan Fathimah dan Ali yang diam-diam saling mencintai. Melihat bagaimana mereka akhirnya dipersatukan dalam ikatan pernikahan, mejadikan kita sadar betapa kuasa Allah membuat skenario indah untuk setiap hamba-Nya di muka di bumi ini. 


Tapi tahukah, di antara 3 kisah tadi, masih ada satu kisah cinta lagi yang tidak kalah menariknya? Kisah yang mengabarkan pada kita, bahwa cinta itu bukan memaksakan kehendak. Kita tidak pernah dilarang untuk mencintai, namun saat tiba masanya untuk memilih antara cinta dan Allah, kita tidak akan punya jawaban lain selain tetap setia pada Allah. Muslim yang baik pasti akan menempatkan Allah di mahligai teratas dalam hatinya, hingga apabila seluruh manusia di muka bumi ini benci padanya, itu tidak akan jadi masalah selagi cinta Allah tetap mengucur deras untuknya. 

Inilah inti kisah cinta kali ini, yaitu kisah cinta putri Rasulullah, Zainab, dan seorang pemuda Qurays bernama Abil Ash bin Rabi. Inilah kisah cinta yang terjalin antara seorang Muslimah dan seorang Non Muslim. Kisah yang insyaAllah akan menjadi pembelajaran bagi kita semua.



Abil Ash, Pemuda Qurays yang Telah Mencuri Hati Zainab

Zainab dilahirkan saat Nabi berusia 30 tahun. Ketika mencapai usia perkawinan, Halah binti Khuwailid meminang Zainab untuk puteranya, Abil Ash bin Rabi, seorang lelaki mulia dengan kekayaan yang melim­pah. Halah binti Khuwailid sendiri adalah saudara perempuan Khadijah binti Khuwailid.

Khadijah juga telah yang mengasuh Abil Ash seperti anak kandung sendiri sehingga ia diijinkan keluar masuk rumah Rasulullah seperti rumah sendiri. Karena itu, sejak kecil ia bergaul dengan Zainab puteri Rasulullah seperti saudara kandung sendiri. Zainab sangat senang mendengar cerita perjalanannya dan cerita lain yang menarik. 

Karena itulah pinangan Abil Ash diterima Zainab dengan suka cita, juga Rasulullah dan Khadijah. Pernikahan akhirnya digelar. Seluruh penjuru Makkah berbahagia atas bersatunya pasangan yang serasi ini. 

Usai pesta pernikahan, Khadijah pergi menemui kedua suami isteri yang saling mencintai itu dan mendoakan agar keduanya mendapatkan berkah. Kemudian dia melepas kalungnya dan menggantungkannya ke leher Zainab sebagai hadiah. Sejak itu Zainab tinggal di rumah suaminya. 


Islam Menjadi Anugerah Sekaligus Ujian Bagi Zainab

Zainab dan Abil Ash memang selalu hidup dalam keharmonisan, namun perkawinan itu berlangsung sebelum turun wahyu kepada Rasulullah SAW. Ketika Islam datang, Zainab pun tanpa ragu langsung beriman. Akan tetapi Abil Ash tidak mudah meninggalkan agamanya. Maka kedua suami isteri itu merasa bahwa kekuatan yang lebih kuat dari cinta mereka berusaha memisahkan antara keduanya. 
"Tidak akan tercapai tujuan di antara kita, wahai Zainab, kecuali engkau tetap dalam agamamu dan aku tetap dalam agamaku. Demi Tuhan, ayahmu bukanlah seorang yang tertuduh. Tetapi aku tidak ingin di­katakan bahwa aku meninggalkan kaumku, dan menjadi kafir mengingkari agama nenek moyangku hanya demi menyenangkan isteri.” Ucap Abil Ash saat baru saja pulang dari perniagaan.
Pasangan suami isteri itu terdiam sebentar sambil merenung. Keduanya kaget tatkala mendengar sebuah bisikan, "Jika agama memisahkan antara kedua jasad mereka, maka cinta mereka akan tetap ada hingga keduanya dipersatukan oleh sebuah agama."

NOTE: Zainab masih terus tinggal di Makkah bersama suaminya karena pada saat itu belum ada larangan pernikahan beda agama. Mereka baru berpisah setelah kepulangan Abil Ash (pasca menjadi tawanan perang Badr) karena telah turun QS Al-Mumtahanah 60:10 dan Al-Baqarah 2:221 yang melarang wanita muslimah hidup bersama sebagai suami istri dengan pria kafir. 




Zainab dan Kalung untuk Menebus Sang Suami

Hari berganti, tibalah saatnya Rasulullah untuk hijrah ke Madinah. Betapa sedihnya Zainab karena ia tidak bisa mengikuti sang ayah berhijrah, karena sang suami maupun keluarganya tidak mengijinkan. Hingga perang Badr berkecamuk, Zainab adalah satu-satunya Muslimah yang tinggal bersama kafir Qurays di Makkah.

Saat pasukan kafir Qurays dan Muslim bertemu di lembah Badr, Abil Ash merupakan salah satu orang yang berada dalam barisan kafir Qurays. Ia mmerangi pasukan yang dipimpin oleh mertuanya sendiri. Hingga akhirnya sejarah mencatat, pasukan Muslim yang kalah jumlah itu berhasil memenangi peperangan. 

Tidak sedikit dari kafir Qurays yang kehilangan nyawa, sedangkan sisanya menjadi tawanan. Abil Ash masuk dalam daftar tawanan. Ia digiring menuju kota Madinah. Keluarga para tawanan di Makkah pun berbondong-bondong mengirimkan tebusan pada Rasulullah, salah satunya datang dari Zainab. Ia mengirimkan sebuah kalung pemberian sang Ibu untuk menebus suaminya. 

Mengingat putrinya dan kalung itu, hati Rasulullah gerimis. Tiba-tiba wajah Khadijah hadir di depan matanya. Rasulullah tidak sampai hati. Beliau berkata, "Jika kalian tidak keberatan melepaskan tawanan (Abil Ash) dan mengembalikan harta miliknya, maka lakukanlah." Mereka menjawab, "Baiklah, wahai Rasulullah." 

Abil Ash pun dibebaskan. Saat itulah ia berjanji pada sang mertua untuk membebaskan Zainab dan mengembalikan kepada beliau di Madinah. Abil Ash pun pulang ke Makkah bersama kalung yang tadi dikirimkan sang istri. Kini ia tahu betapa cinta dan kesetiaan Zainab tidak pernah berkurang untuknya, meski agama menjadi tembok pemisahnya. 




Jarak Makkah dan Madinah tidak Mampu Menghapus Cinta di Hati Keduanya

Begitu sampai di rumah, Abil Ash mengucapkan terimakasih pada sang istri. Ia pun berkata, "Kembalilah kepada ayahmu, wahai Zainab." Ucapnya sambil berusaha berbesar hati.

Pada hari yang telah ditetapkan, Zaid bin Haritsah bersama seorang lelaki Anshor diutus Rasulullah untuk menjemput Fatimah di pinggiran dusun di luar kota Makkah. 

Abil Ash tidak kuasa menahan tangisnya saat melepas kepergian sang istri. Bagaimana dia mampu melepaskan orang yang dicintainya, sedang dia mengetahui bahwa, itu merupakan perpisahan terakhir selama kekuasaan agama ini berdiri di antara kedua hati dan masing-masing berpegang pada agamanya. Yang membuatnya lebih sedih lagi, ia tidak bisa mengantarkan Zainab keluar kota Makkah karena keadaan pasca perang saat itu.

Abil Ash pun mengutus saudaranya, Kinanah bin Rabi, untuk mengantarkan Zainab. Ia berpesan, 

"Hai, Saudaraku, tentulah engkau mengetahui kedudukan Zainab dalam jiwaku. Aku tidak menginginkan seorang wanita Quraisy yang menemaninya keluar kota Makkah, dan engkau tentu tahu bahwa aku tidak sanggup membiarkannya berjalan sendirian. Maka temanilah dia menuju tepi dusun, di mana telah menungggu dua utusan Muhammad. Perlakukanlah dia dengan lemah lembut dalam perjalanan dan perhatikanlah dia sebagaimana engkau memperhatikan wanita-wanita terpelihara. Lindungilah dia dengan panahmu hingga anak panah yang penghabisan."

Rupanya perjalanan Kinanah membawa Zainab tidaklah berjalan mulus, karena kafir Qurays selalu menghalangi.  Ketika Zainab berada di punggung unta, Hubar bin Aswad Al-Asadi menusuk pe­rut unta dengan lembing, hingga Zainab terlempar jatuh dan mengeluarkan darah. Janinnya telah gugur di atas gurun pasir. Tapi ketabahan dan kemantapan hatinya yang dilandasi iman serta Islam, membuat keberaniannya se­makin membara, hingga tetap mantap hijrah ke Madinah. Setelah melewati beberapa hambatan, Kinanah berhasil membawa Zainab pada waktu malam, lalu menyerahkannya kepada Zaid bin Haritsah dan temannya.Keduanya pergi mengantarkan Zainab kepada Rasulullah SAW.

Berpisahlah Zainab dengan suami tercinta dan kedua buah hatinya. Cinta Abil Ash dan Zainab benar-benar diuji. Tidak ada lagi jalan untuk bertemu. Abil Ash tetap tinggal di Makkah. Ia selalu murung dan menyendiri karena sang belahan jiwa tidak lagi ada di sisinya. Zainab pun tinggal di Madinah bersama sang ayah. Ia jadi sering sakit-sakitan karena cinta dan kerinduan yang sangat dalam. Kalau saja bukan karena iman dan takwa yang menguatkan tekadnya, tentu ia akan tetap bersama Abil Ash hingga ajal yang memisahkan.


Selalu Ada Jalan Bagi Allah untuk Mempersatukan Dua Anak Manusia

Minggu berganti bulan, dan bulan berganti tahun. Suatu hari Abil Ash keluar bersama kafilah dagangnya menuju Syam. Saat perjalanan pulang dia berjumpa pasukan Rasulullah SAW yang berhasil merampas hartanya,syukur mereka tidak membunuhnya. Kini Abil Ash tidak punya apa-apa lagi. Bukan hartanya saja yang ludes, melainkan juga harta yang dititipkan orang-orang padanya. Bagaimana ia bisa sanggup kembali ke Makkah?

Di tengah keputus asaan itu, Abil Ash teringat Zainab, wanita yang begitu mencintai dan setia padanya. Maka diputuskan pada suatu malam Abil Ash memasuki Madinah dengan sembunyi-sembunyi. Ia berhasil bertemu Zainab dan segera mengemukakan maksud kedatangannys, bahwa ia ingin meminta bantuan Zainab untuk melindunginya, dan jika bisa, ia juga berharap hartanya bisa dikembalikan.

Cinta di hati Zainab masih tersimpan rapi untuk Abil Ash, karena itu pula ia bersedia melindungi lelaki tersebut. Ketika masyarakat Madinah mengetahui keberadaan Abil Ash di Masjid, mereka segera berkerumun dan berniat untuk menangkapnya. Tapi kemudian Zainab berseru, "Hai, orang-orang, aku telah melindungi Abil Ash bin Rabi. Dia dalam lindungan dan jaminanku."

Rasulullah SAW yang sedang shalat menyelesaikan shalatnya, beliau segera menemui orang banyak dan bersabda : "Wahai, orang-orang, apakah kalian tidak mendengar apa yang aku dengar? Sesungguhnya serendah-rendah seorang Muslim, mereka tetap dapat memberi perlindungan." Kemudian beliau masuk menemui puterinya. Zainab berkata, “Ya Rasulullah, sesungguhnya jika Abil Ash ini dianggap keluarga dekat, ia masih putera paman. Jika dianggap jauh, ia bapak dari anakku, dan aku telah melindunginya.”

Rasulullah kemudian berpesan,"Wahai, puteriku, muliakanlah tempatnya dan jangan sampai dia menyentuhmu, karena engkau tidak halal baginya selama dia masih musyrik." Meski begitu, Nabi SAW tetap terkesan melihat kesetiaan puterinya kepada suami yang ditinggalkan.

Singkat cerita berdasarkan permohonan secara halus Rasulullah SAW,harta Abil Ash bisa dikembalikan. Beberapa orang di antara par perampas berkata "Hai, Abil Ash, maukah engkau masuk Islam dan mengambil harta benda ini, karena semua ini milik orang-orang musyrik?" 

Tahukah apa yang dijawab Abil Ash? Ia berkata,"Sungguh buruk awal Islamku, jika aku mengkhianati amanat yang dipercayakan padaku." Namun saat itu benih-benih iman sudah tumbuh subur di hatinya.

Mereka pun tetap mengembalikan harta itu kepada Abil Ash demi kemuliaan Rasulullah SAW dan sebagai penghormatan kepada Zainab. Laki-laki itu pun kembali ke Mekkah dengan membawa hartanya dan harta orang banyak yang telah diamanahkan padanya. 

Setelah mengembalikan harta kepada pemiliknya masing-masing, Abil Ash berdiri dan berkata, "Wahai, kaum Quraisy, apakah masih ada harta seseorang di antara kalian padaku?" Mereka menjawab, "Tidak. Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan. Kami telah mendapati kamu seorang yang jujur dan mulia."

Abil Ash berkata,

"Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya. Demi Allah, tiada yang menghalangi aku masuk Islam di hadapan Muhammad SAW, kecuali karena aku khawatir mereka menyangka aku ingin makan harta kalian. Setelah Allah menyampaikannya kepada kalian dan aku selesai membagikannya, maka aku masuk Islam."

Akhirnya Allah menunjukkan skenarionya yang begitu indah untuk Zainab dan Abil Ash. Keluarga yang pernah berpisah selama 6 tahun itu akhirnya kembali bersatu dalam satu atap rumah tangga bersama anak-anak mereka. Mereka kini tinggal dalam satu atap, satu iman dan satu perjuangan dalam Islam. 

Sayang, suasana bahagia itu tidak berlangsung lama. Zainab meninggal mendahului suaminya, setahun setelah kembali berkumpul dalam satu atap rumah tangga dengan suaminya. Zainab meninggal dunia pada tahun 8 Hijriah dan Rasulullah SAW sangat sedih atas kepergiannya. Rasulallah saw sendiri turun ke dalam kuburan di saat pemakaman. 

Zainab meninggal dunia setelah meninggalkan kenangan terbaik. Dia telah menjadi contoh terbaik dalam hal kesetiaan isteri, keikhlasan cinta dan kebenaran iman. Tidaklah mengherankan apabila suaminya berkata dalam suatu perjalanan ke Syam, "Puteri Al-Amiin, semoga Allah membalasnya dengan kebaikan dan setiap suami akan memuji sesuai dengan yang diketahuinya." Rasulallah saw bersabda mengenai Zainab, “Sesungguhnya ia adalah sebaik baiknya anakku dalam menerima musibah.”


Epilog

Begitulah sahabat Muslimah, betapa Maha Kuasanya Allah. Jika Dia sudah berkehendak, tidak ada satu hal pun yang bisa menghalangi. Cinta Zainab dan Abil Ash hendaknya bisa kita jadikan pembelajaran tentang bagaimana mencintai yang benar. Saat ini banyak sekali kita dengar Muslim yang menggadaikan imannya demi menikahi seseorang yang tidak seiman, atau ada juga yang memilih pernikahan dengan dalih ‘Untukmu agamamu, dan untukku agamaku’. 

Harusnya kisah Zainab menjadi peringatakan keras bagi kita bahwa Islam melarang pernikahan beda keyakinan. Pernikahan seperti itu bernilai zina sepanjang waktu. Andai ayat ‘Untukmu agamamu, dan untukku agamaku’ berlaku dalam pernikahan, tentu Zainab tidak pernah berpisah dengan Abil Ash hingga 6 tahun lamanya. 

Jangan biarkan kita menjadi budak cinta, karena sesungguhnya syaitan senang sekali memanfaatkan cinta di hati kita. Ingatlah cinta kepada manusia tidak ada yang abadi apabila tidak berlandaskan pada Allah, sementara cinta kepada Allah akan terus dibawa hingga di kehidupan kemudian. 

kisah ummi kalsum putri rosulullah

ummi Kalsum Putri Rosulullah Yang Sabar 




                                              Hasil gambar untuk umi kulsum putri nabi


        Ummi kalsum adalah putri ketiga Rasulullah SAW dari Khadijah. Sebelum masa kenabiannya ia menikah dengan Utaybah Ibn Abu Lahab. Sebelum tinggal di rumah suaminya, Allah SWT mengutus Muhammad SAW sebagai Rasul Allah SWT. Pada saat itu, Abu Lahab meminta putranya membatalkan pernikahannya. Utaybah mengikuti perintah ayahnya. Maka jadilah Ummi kalsum janda. Khadijah dengan sabar menghibur putrinya. Ya, pada masa itu pembatalan pernikahan adalah aib yang memalukan.

“Anakku, Allah SWT akan menggantikan yang lebih baik.” Kata Khadijah kepada putrinya.

Ketika itu turunlah Surat Al-Lahab ayat 1 yang artinya :
“Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa ”  (Q.S Al-Lahab : 1)

Ummi kalsum tidak sedih lagi. Dengan mantap ia bersama saudara dan ibunya memeluk Islam. Dan ketika itu Allah SWT membukakan hati orang-orang Yastrib untuk menerima kaum muslim. Tekanan kaum kafir Quraisy semakin menjadi-jadi. Mereka memboikot kaum muslim. Khadijah yang telah renta meninggal dan Ummi Kalsum semakin sedih.

Rasulullah SAW lalu menikah dengan Saudah binti Zum’ah, janda yang ditinggal suaminya ketika kembali dari Habbasyah. Bersama dengan saudah dan Fathimah, Ummi Kalsum hijrah ke Madinah. Ketika terjadi perang badar, Ruqayyah kakaknya meninggal karena sakit. Rasulullah SAW lalu menikahkan Utsman ibn Affan suami Ruqayyah dengan Ummi Kalsum. Peristiwa itu terjadi pada tahun ke-3 Hijriyah.

Ummi Kalsum dan Utsman hidup bahagia. Akan tetapi Allah SWT juga tidak memberikan putra. Pada tahun ke-9 Hijriyah Ummi kalsum jatuh sakit. Ia meninggal pada tahun itu pula dan Rasulullah SAW tampak sedih.

“kalau saja aku punya sepuluh anak perempuan, aku akan menikahkan dengan Ustman” kata Rasulullah SAW.

Kaum muslim menyambut engan duka cita yang amat dalam atas meninggalnya Ummi Kalsum. Ummu Atiyyah, Safiyyah binti Abdul Muthalib san Asma binti Umays memandikan jenazah Ummi kalsum. Mereka menempatkanjenazahjnya pada sebuah keranda.

Rasulullah SAW tampak menitikkan air mata ketika memakamkan Ummi Kalsum. Dia adalah putri Rasulullah SAW ketiga yang meninggal. Dia meninggal tidak lama setelah Zainab putri pertama Rasulullah  SAW. Semoga Allah SWT memberikan tempat terbaik baginya. AMIN

KISAH UMMI SALAMAH


KISAH UMMI SALAMAH SEORANG ISTRI YANG CERDAS




                     Hasil gambar untuk kisah ummu salamah

         Sahabat Ummi, bagi seorang wanita muslim, kecerdasan adalah sebuah keharusan terlebih lagi jika telah menjadi seorang istri dan ibu dari anak-anaknya. Seorang istri dalam rumah tangga berkedudukan sebagai ratu sekaligus penasehat dari seorang raja yang tak lain adalah suaminya.
Ia juga merupakan pemimpin dan madrasah ilmu bagi anak-anaknya. Jika seorang wanita tidak memiliki kecerdasan dalam dirinya bagaimana ia dapat menjadi seorang istri yang cerdas. Dan jika ia tak mampu menjadi istri yang cerdas, bagaimanakah ia mampu menjadi seorang ibu cerdas yang akan melahirkan anak-anak cerdas?
Pada zaman modern sekarang, ada banyak prototype wanita cerdas yang dapat kita teladani baik secara pemikiran maupun kepribadian. Namun sebagai muslim kita juga wajib mengetahui bahwa sejak masa kenabian, Allah Swt telah menciptakan begitu banyak wanita cerdas yang menjadi teladan bagi umat muslim khususnya wanita. Salah satunya adalah Ummu Salamah r.a.
Dialah Hindun binti Salamah, atau lebih dikenal dengan Ummu Salamah, istri Rasul yang terkenal tidak hanya karena wajahnya yang jelita tetapi juga karena kecerdasan pikiran dan kepribadiannya. Kecerdasan Ummu Salamah adalah teladan yang penting untuk dicontoh oleh seluruh wanita muslim di seluruh dunia. Kecerdasan yang tidak hanya membawa pengaruh positif bagi dirinya tetapi juga bagi masyarakat di sekitarnya. Lantas bagaimanakah gambaran kecerdasan Ummu Salamah ra yang sebaiknya ada dalam diri wanita saat ini? Yuk kita intip Sahabat Ummi!
1.Wanita tempat bermusyawarah dan pemberi nasehat Pada masa Kenabian ketika Rasul selesai menandatangani perjanjian Hudaibiyah dengan kaum musyrikin, beliau bersabda “Berdirilah kalian untuk melakukan pemotongan hewan kurban, lalu cukurlah rambut kalian”
Mendengar perintah Rasul tidak ada satupun yang bangkit di antara mereka sampai Rasul SAW mengulangi perkataannya 3 kali. Beliau kemudian masuk ke dalam tendanya untuk menemui Ummu Salamah ra. Beliau kemudian menceritakan apa yang dialaminya.
Mendengar hal tersebut Ummu Salamah berkata “Wahai Nabi Allah, apakah Engkau menyukainya? Keluarlah dan jangan berbicara dengan seorangpun dari mereka, sampai Engkau menyembelih untamu dan engkau menyuruh tukang cukur untuk mencukur rambutmu”
Rasulullah Saw lalu keluar dari tendanya dan tidak berbicara kepada seorangpun dari sahabatnya sampai beliau melakukan semua yang seharusnya dilakukan. Ketika para sahabat melihat hal tersebut mereka segera bangkit dan menyembelih hewan kurban mereka serta mencukur rambut mereka (HR Bukhari)
Dari riwayat tersebut kita dapat mengetahui bahwa kecerdasan yang dimiliki Ummu Salamah adalah ia mampu memberikan nasehat yang baik serta mampu menjadi tempat bermusyawarah oleh rasul.
Oleh karena itulah sebagai wanita kita tentu harus memiliki pengetahun dan wawasan yang luas agar dapat menjadi tempat mencari solusi terbaik atas setiap problematika yang dihadapi orang-orang di sekitar kita. Tidak hanya itu, kemampuan kita dalam berpikir dan memberikan usul serta saran akan menguatkan keyakinan dan kedudukan suami kita, seperti dicontohkan oleh Ummu Salamah yang menguatkan kedudukan Rasul.
2.Taat pada perannya membantu da’wah suami
Nabi Muhammad SAW tidak pernah menyembunyikan apapun dari para istrinya. Kegembiraan maupun kesedihannya selalu disampaikannya dengan terbuka.
Termasuk peristiwa yang terjadi ketika perjanjian Hudaibiyah, beliau menyampaikannya kepada Ummu Salamah. Beliau menceritakan kesedihannya karena para sahabat yang tidak mau menuruti perintahnya. Namun apa yang dilakukan Ummu Salamah? Beliau tidak terbawa emosi dan menambah kesedihan nabi. Ummu Salamah justru memberikan saran terbaiknya kepada Nabi yang akhirnya mampu menguatkan posisi nabi sebagai pemimpin yang harus selalu menjadi teladan bagi umatnya.
Disitulah keberhasilan seorang Ummu Salamah dalam ketsiqohannya membantu sang suami berda’wah. Ketika suami membutuhkan penyeimbang yang mampu mengokohkan kaki dan hatinya dalam perjuangan menegakkan kalam Ilahi, istri harus selalu siap menemani dalam kondisi apapun dan membantu memberikan solusi terbaik untuk setiap permasalahan yang dihadapinya.
3.Wanita yang ide dan pemikirannya tidak diremehkan Rasul
Telah kita ketahui bahwa Rasul adalah makhluk Allah yang paling berakal dan cerdas pemikirannya. Dengan mudah Rasul akan mampu menyelesaikan setiap permasalahan yang dihadapi. Hal itu tidak lain karena kecerdasannya dan juga rahmat Allah yang selalu membimbing Rasul melalui perantara Jibril atau bahkan secara langsung.
Tidak hanya itu, di samping Rasul pun ada sahabat sekaliber Abu Bakar, Umar, Ali, Utsman dan sahabat lainnya yang ide dan strategi da’wahnya tidak diragukan lagi. Namun, di antara ratusan bahkan ribuan sahabat-sahabat Rasul, ada sosok Ummu Salamah yang ide dan pemikirannya tidak pernah diremehkan Rasul.
Ummu Salamah adalah sosok wanita yang dikenal sebagai pribadi berinisiatif tinggi, bijaksana dalam menghadapai setiap permasalahan, dan berpikir progresif. Karena sifatnya itulah Rasul sering meminta pertimbangan dan sarannya ketika menemui masalah dalam hidupnya.
Kepribadian Ummu Salamah yang bijaksana dapat dilihat ketika ia berinisiatif mengajak para istri Rasul berdiskusi mengenai giliran berkunjung selama Rasul sakit. Ummu Salamah memberikan gagasan agar para istri Rasul saja yang bergiliran untuk bertemu Rasul dan bukan Rasul yang mengunjungi istri-istrinya.
Pada diskusi tersebut muncul pertanyaan rumah istri yang manakah yang akan yang menjadi tempat Rasul tinggal selama sakit dan menjadi tempat singgah istri lainnya? Tentu saja semua istri Rasul sangat ingin agar rumahnyalah yang menjadi tempat tinggal Rasul. Namun berbeda dengan Ummu Salamah. Dengan kebijaksanaan dan kebesaran hatinya ia menyarankan agar rumah Aisyah yang menjadi tempat tinggal rasul sekaligus tempat singgah istri rasul yang lain.
Alasan dari usul yang diajukan Ummu Salamah adalah karena Aisyah adalah istri yang paling disayang Rasul dan karena Aisyah adalah yang paling muda, sehingga dianggap masih memiliki fisik yang lebih kuat untuk merawat Rasul. Selain itu, rumah Aisyah adalah yang paling dekat dengan masjid sehingga lebih mudah bagi Rasul untuk shalat pada awal waktu di masjid.
Jika hal ini terjadi pada istri era saat ini, mungkin setiap istri akan saling berebut mendapatkan hak atas suaminya. Tetapi tidak dengan Ummu Salamah. Ide dan gagasannya selalu menjadi solusi bagi setiap masalah yang dihadapi Rasul dan keluarganya.
4.Wanita yang aktif berpartisipasi dalam peristiwa yang terjadi di masyarakat
Nabi SAW selalu melibatkan istrinya dalam peristiwa-peristiwa penting yang terjadi di masyarakat. Kodrat sebagai perempuan tidak menghalanginya untuk berpartisipasi dan memberikan bantuan dalam urusan-urusan kaum muslimin. Diriwayatkan dari Ka’ab bin Malik RA-dia juga merupakan salah satu dari tiga orang yang diampuni oleh Allah SWT ketika tidak ikut dalam perang Tabuk. Ia berkata “Maka Allah SWT menurunkan ayat mengenai taubat kami yang diterima oleh SWT, melalui nabi-Nya pada sepertiga malam terakhir”
Pada saat itu Rasul sedang bersama Ummu Salamah, seorang yang memiliki kedudukan baik dan pemikiran yang cerdas. Nabi SAW memposthukan peristiwa tersebut kepada Ummu Salamah sebelum kepada yang lain. Namun ketika Ummu Salamah meminta untuk memposthukan kepada Ka’ab mengenai post tersebut Rasul meminta menundanya.
Hal itu mengindikasikan bahwa perempuan harus mampu berpartisipasi dalam setiap peristiwa yang terjadi dalam masyarakat. Memberikan pendapat dan saran meskipun apa yang terjadi tersebut tidak berkaitan langsung dengan dirinya.
Sahabat Ummi, sesungguhnya masih banyak contoh Ummul Mu’minin maupun shahabiyah yang dapat kita teladani. Namun dari contoh Ummu Salamah kita dapat mengambil hikmah penting bahwa wanita memiliki peran penting yang berkaitan dengan orang lain baik secara langsung maupun tidak langsung. Nabi bahkan memerintahkan para sahabat untuk senantiasa melibatkan wanita dalam segala perkara mereka maupun yang muncul di masyarakat.

Kisah Rahman binti Ifrayin istri nabi Ayyub yang setia



Kisah Istri Nabi Ayyub Yang Setia 



Kisah islamiah kali tentang wanita teladan, akan mengisahkan tentang sosok seorang istri yang kuat iman meskipun godaan Iblis datang bertubi-tubi. Dialah istri Nabi Ayyub a.s, Rahmah binti Ifrayin.

Kita memang sering mendengar kisah Nabi Ayyub a.s, namun sangat jarang diceritakan tentang istrinya, istri yang sangat setia ini, tetap teguh pendirian Siapakah istrinya dan peranan dia dalam mendampingi suami yang tengah sakit parah sehari-harinya. Dia memiliki kesabaran dan kestiaan yang sangat tinggi. Dan dari dua sifatnya itu telah terbukti ampuh dalam menghalau bisikan iblis agar meninggalkan suaminya yang tengah sakit parah.
Mari kita tengok sedikit kisahnya.


Kisahnya.
Salah satu wanita yang diceritakan dalam Al Qur'an, adalah Rahmah binti Ifrayin, cucu dari Nabi Yusuf a.s dan istri dari Nabi Ayyub a.s. Sebagai anak yang terlahir dari keturunan Nabi, Rahmah memiliki pribadi yang mulia. Terlebih lagi ia diperistri oleh Nabi Ayyub a.s. Namun meski demikian, iblis tidak terima, tidak menghendaki apabila Rahmah berlaku baik pada suaminya.

Waktu itu, Rahmah menjalani hidup seolah dalam kesempurnaan. Ia bergelimang harta kekayaan, anak yang banyak dan memiliki suami yang diangkat oleh Allah SWT sebagai salah satu Nabi-Nya. Itulah yang membuatnya selalu bersyukur dan semakin tekun beribadah.

Namun, Allah SWT memiliki rencana lain terhadap Rahmah dan keluarganya. Suatu saat harta kekayaannya habis terbakar sehingga hiduplah Rahmah dalam kemiskinan. Akan tetapi itu tidak membuat keimanan Rahmah goyah, malah ia bisa bersabar dan meyakini bahwa segala sesuatu yang dia miliki, pada hakikatnya adalah milik Allah SWT.

Ujian dari Allah SWT.
Allah SWT terus menguji keimanan Rahmah.
Semua anaknya tiba-tiba meninggal dunia dalam waktu yang relatif singkat. Awalnya Rahmah merasa sedih, namun ia dengan cepat bangkit dan meyakini jika anak adalah titipan Allah SWT semata. Ia pun semakin rajin beribadah.

Ujian berikutnya datang, suaminya mengalami sakit aneh dan menular. Akibatnya,ia dan suaminya diisolasi dan dikucilkan oleh warga karena takut tertular penyakit. Rahmah pun dengan ikhlas menggendong suaminya dan berjuang mencari nafkah untuk kehidupan mereka. Ia telah menunjukkan diri sebagai wanita yang setia dalam mendampingi suaminya, baik dalm keadaan suka maupun duka.

Pada suatu hari ada seorang kakek yang datang ke rumahnya.
"Wahai Rahmah, apakah engkau menginginkan suamimu sembuh," kata kakek itu.
"Iya, aku ingin suamiku sembuh dari penyakit anehnya, apakah yang bisa saya lakukan demi kesembuhan suamiku?" tanya Rahmah.
"Kalau begitu, suruh suamimu sujud kepadaku, maka suamimu akan sembuh,bahkan kamu akan kaya kembali," jawab kakek itu.

Rahmah sempat bingung dengan pernyataan kakek itu, namun karena imannya kuat, dia tidak mau bersujud, karena kita bersujud hanya kepada Tuhan Yang Maha Esa saja, pikirnya dalam hati. Setelah ditolak, kemudian Rahmah menceritakan kejadian tersebut kepada suaminya yang sedang terbaring lemah.
Mendengar cerita istrinya, Nabi Ayyub terlihat tidak suka, ia menjeaskan bahwa kakek tua itu adalah jelmaan iblis yang hendak mengubah keyakinannya. Dan karena mendengar ketidaksukaan itu, Nabi Ayyub bersumpah untuk memukul Rahmah dengan seratus kali pukulan jika ia sembuh kelak.




Nabi Ayyub Sembuh.
Karena keteguhan suami istri ini dalam hal keyakinan, akhirnya Allah SWT memberikan kesembuhan kepada Nabi Ayyub a.s. Nabi Ayyub sembuh total seperti sedia kala.
Suatu hari, ketika Rahmah pulang dari bekerja, ia mendapati orang asing yang tengah shalat di dalam rumahnya. Rahma pun terperanjat kaget sembari menunggu lelaki misterius itu selesai shalat.

"Wahai orang asing, siapa dirimu dan apa tujuanmu datang ke rumahku?" tanya Rahmah penuh waspada siapa tahu orang itu adalah jelmaan iblis lagi.
Laki-laki itu menoleh dengan senyuman yang manis. 
"Akulah suamimu," jawab lelaki itu penuh wibawa.
"Tidak mungkin...meskipun kamu mirip suamiku, namun saat ini suamiku tengah sakit keras, mustahil kamu adalah suamimu," kata Rahmah yang mencoba meneliti orang tersebut.
"Demi Allah SWT, wahai istriku, sayalah suamimu, Allah SWT telah memberikan kesembuhan kepadaku," kata Nabi Ayyub meyakinkan.


Akhir yang Bahagia.
Setelah meneliti dan yakin kalau orang yang ada di hadapannya itu adalah suaminya, Rahmah pun segera berlari dan memeluk Nabi Ayyub a.s. Ia kemudian bersyukur kepada Allah SWT.
Dalam keadaan penuh bahagia itu, Nabi Ayyub kemudianteringat akan sumpahnya untuk memukul istrinya sebanyak seratus kali bila sembuh. Setelah mengutarakannya kepada Rahmah, istrinya itu pun tidak merasa keberatan dan siap menerima pikulan dari suaminya.
Subhanallah...Rahma memang seorang istri teladan, jarang ada tandingannya.



Bersamaan dengan itu, turunlah wahyu Allah SWT kepada Nabi Ayyub a.s agar melakukan sumpahnya dengan penuh rasa sayang dalam memukul. Allah SWT menyuruh Nabi Ayyub a.s memukul isrtinya dengan pelan, dengan menggunakan seikat rumput lembut yang berjumlah seratus. Dengan demikian Nabi Ayyub tetap bisa melaksanakan sumpahnya, serta Rahmah tak merasakan sakit atas sumpah suaminya itu.
Subhanallah...Allah menujukkan rasa sayang-Nya kepada Rahmah.

Akhir cerita, keluarga Rahmah akhirnya dilimpahkan kembali rejeki dari Allah dengan sangat berlimpah. Dan Rahmah juga ditakdirkan hamil dan memiliki anak yang banyak lagi. Mendapat karunia yang tak terhingga itu, Rahmah bersyukur kepada Allah dengan sangat mendalam.
Semoga banyak wanita yang bisa meniru teladan dari Ibu Salamh binti Ifrayin, cucu dari Nabi Yusuf a.s ini. 
Semoga.

ULAMA NUSANTARA YANG MENDUNIA

TRIBUNNEWS.COM- Banyak ulama kelahiran Indonesia yang sudah mendunia, berkiprah di bidang ilmu keagamaan hingga namanya masih harum hingga ...